LAMPUNG ONLINE - Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad menegaskan DPD RI sudah terjun langsung ke daerah-daerah dan berkoordinasi dengan Bawaslu, menjelang penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.
Dari
pantauan itu ternyata masih terdapat 13 daerah, yang dananya masih
tersandera di APBD. Sehingga yang diterima baru 50 % yang terealisir
dicairkan.
Untuk itu, DPD RI meminta pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri) bersikap tegas dan mengultimatum pemerintah daerah yang bermasalah tersebut.
Adapun ke-13 daerah itu antara lain Kabupaten Pematang Siantar (Sumatera Utara), Indragiri Hulu, Rokan Hulu (Riau), Natuna, Bintan, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Tanjung Jabung Barat (Jambi), Way Kanan (Lampung), Musirawas Utara (Sumatera Selatan), Pekalongan (Jawa Tengah), Banjar (Kalimantan Selatan), Yahukimo (Papua), Kolaka Timur (Sulawesi Tenggara), dan Bontang (Kalimantan Timur).
“Itu antara lain hasil pengawasan DPD RI, sehingga meski secara umum penyelenggaraan Pilkada berjalan baik, distribusi logistik relatif lancar dan dipastikan 100 persen tuntas menjelang pencoblosan, tapi tetap harus waspada dan tidak ada penundaan Pilkada akibat logistik, kecuali karena darurat seperti bencana alam dan semacamnya,” tegas anggota DPD RI dari Dapil NTB itu dalam diskusi “Pilkada serentak: Memilih pemimpin, mensejahterakan masyarakat” bersama Ketua Komite I DPD RI Ahmad Muqowwam di Gedung DPD RI, Jumat (4/12/2015).
Selanjutnya kata Farouk, DPD meminta aparat keamanan mengantisipasi keamanan menjelang dan setelah Pilkada, karena di beberapa daerah berpotensi terjadinya kerawanan akibat terjadinya persaingan kedua kandidat dan daerah dengan calon tunggal.
Untuk itu DPD meminta penyelenggara Pilkada bersama aparat penegak hukum dapat melakukan deteksi dini, pencegahan, dan penangkalan untuk menjaga penyelenggaraan Pilkada tetap kondusif.
Lalu kata Farouk, agar menghasilkan Pilkada yang berkualitas, maka penyelenggara Pilkada khususnya Panwas bersinergi dengan masyarakat sipil dan jaringan warga untuk menghindari terjadinya politik uang dan kecurangan di masa-masa rawan. Yakni, mulai hari tenang melalui ‘serangan fajar’ dan saat rekapitulasi suara.
“Pada saat yang sama tim pasangan calon untuk stop money politics, dan pemilih agar menjadi pemilih yang cerdas dan tidak tertipu uang, serta menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggaran di lapangan,” ujarnya, seperti dilansir laman Pikiran-rakyat.
Terakhir menurut Farouk, DPD RI menyoroti potensi gugatan hasil Pilkada yang diperkirakan akan banyak akibat keserentakan pelaksanaan dan Mahkamah Konstitusi (MK) menyiapkan dan mengantisipasi hal tersebut.
“DPD RI berharap kualitas demokrasi setelah 10 tahun Pilkada langsung dapat lebih meningkat baik secara procedural maupun substansial, sehingga menghasilkan kepemimpinan daerah yang berprestasi, inovatif bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat daerah. Untuk itu, semua pihak harus menyadari dan mempromosikan demokrasi Pilkada yang bermartabat, jujur, dan adil,” pungkasnya. (*)
Untuk itu, DPD RI meminta pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri) bersikap tegas dan mengultimatum pemerintah daerah yang bermasalah tersebut.
Adapun ke-13 daerah itu antara lain Kabupaten Pematang Siantar (Sumatera Utara), Indragiri Hulu, Rokan Hulu (Riau), Natuna, Bintan, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Tanjung Jabung Barat (Jambi), Way Kanan (Lampung), Musirawas Utara (Sumatera Selatan), Pekalongan (Jawa Tengah), Banjar (Kalimantan Selatan), Yahukimo (Papua), Kolaka Timur (Sulawesi Tenggara), dan Bontang (Kalimantan Timur).
“Itu antara lain hasil pengawasan DPD RI, sehingga meski secara umum penyelenggaraan Pilkada berjalan baik, distribusi logistik relatif lancar dan dipastikan 100 persen tuntas menjelang pencoblosan, tapi tetap harus waspada dan tidak ada penundaan Pilkada akibat logistik, kecuali karena darurat seperti bencana alam dan semacamnya,” tegas anggota DPD RI dari Dapil NTB itu dalam diskusi “Pilkada serentak: Memilih pemimpin, mensejahterakan masyarakat” bersama Ketua Komite I DPD RI Ahmad Muqowwam di Gedung DPD RI, Jumat (4/12/2015).
Selanjutnya kata Farouk, DPD meminta aparat keamanan mengantisipasi keamanan menjelang dan setelah Pilkada, karena di beberapa daerah berpotensi terjadinya kerawanan akibat terjadinya persaingan kedua kandidat dan daerah dengan calon tunggal.
Untuk itu DPD meminta penyelenggara Pilkada bersama aparat penegak hukum dapat melakukan deteksi dini, pencegahan, dan penangkalan untuk menjaga penyelenggaraan Pilkada tetap kondusif.
Lalu kata Farouk, agar menghasilkan Pilkada yang berkualitas, maka penyelenggara Pilkada khususnya Panwas bersinergi dengan masyarakat sipil dan jaringan warga untuk menghindari terjadinya politik uang dan kecurangan di masa-masa rawan. Yakni, mulai hari tenang melalui ‘serangan fajar’ dan saat rekapitulasi suara.
“Pada saat yang sama tim pasangan calon untuk stop money politics, dan pemilih agar menjadi pemilih yang cerdas dan tidak tertipu uang, serta menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggaran di lapangan,” ujarnya, seperti dilansir laman Pikiran-rakyat.
Terakhir menurut Farouk, DPD RI menyoroti potensi gugatan hasil Pilkada yang diperkirakan akan banyak akibat keserentakan pelaksanaan dan Mahkamah Konstitusi (MK) menyiapkan dan mengantisipasi hal tersebut.
“DPD RI berharap kualitas demokrasi setelah 10 tahun Pilkada langsung dapat lebih meningkat baik secara procedural maupun substansial, sehingga menghasilkan kepemimpinan daerah yang berprestasi, inovatif bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat daerah. Untuk itu, semua pihak harus menyadari dan mempromosikan demokrasi Pilkada yang bermartabat, jujur, dan adil,” pungkasnya. (*)