Oleh: Lamsihar Sinaga SH*
Like or dislike harus dikesampingkan dalam menegakkan peraturan. Hal ini berkaitan adanya keinginan dan dukungan sejumlah pihak terhadap Gubernur Lampung Arinal Djunadi untuk menjadi Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung.
Tak bisa dipungkiri, banyaknya dukungan terhadap Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk didaulat sebagai ketua KONI Lampung tak lepas dari yang dirasakan masyarakat, atas keberhasilan beliau membangun Provinsi Lampung dalam segala aspek pembangunan.
Dari beberapa sumber media, terungkap bahwa kesediaan Arinal Djunadi mencalonkan diri sebagai ketua KONI Lampung, bukan didasari atas keinginan pribadi, namun karena adanya permintaan dari banyak pihak, di antaranya dari pengurus KONI Kabupaten/Kota maupun para pengurus cabang olahraga.
Dukungan ini tak lepas dari kepedulian Arinal Djunadi yang sangat respek memajukan dunia olahraga di Bumi Rua Jurai ini. Salah satu contoh, Gubernur Lampung saat ini akan membangun pusat olahraga (Sport Center).
Dukungan tersebut patut kita apresiasi. Tetapi, seyogyanya kita harus memahami, alangkah mirisnya ketika kita terkesan melakukan pelanggaran atas peraturan yang ada. Ketika ada sejumlah pihak menyatakan, bahwa rangkap jabatan Gubernur tidak menyalahi aturan, karena UU Nomor 3 Tahun 2005 pada pasal 40 menyatakan bahwa Pengurus Komite Olahraga Nasional, Komite Olahraga Provinsi dan Komite Olahraga Kabupaten/ Kota bersifat Mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan Publik.
Telah dicabut dengan terbitnya UU yang terbaru yakni UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Yang mana berdasarkan UU terbaru ini, menyatakan pada pasal 41 bahwa pengurus Komite Olahraga Nasional, Komite Olahraga Provinsi dan Komite Olahraga Kabupaten/Kota bersifat Mandiri, memiliki kompetensi di bidang keolahragaan dan dipilih oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tidak adanya kalimat yang menyatakan jabatan struktural dan jabatan publik pada pasal 41 tersebut, hal inilah yang mungkin menjadi landasan beberapa pihak sehingga menyatakan tidak melanggar aturan jika Gubernur rangkap jabatan.
Padahal kalau kita baca kembali UU Nomor 11 Tahun 2022 tersebut di pasal 42 berbunyi: 'ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 sampai dengan pasal 41 diatur dalam peraturan pemerintah'.
Nah, berdasarkan hal ini, atas perintah UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, maka kita harus melihat bagaimana peraturan pemerintah terkait tentang penyelenggaraan keolahragaan tersebut. Dan jelas bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tidak dibenarkan kepala daerah untuk rangkap jabatan.
Adapun PP tersebut yakni dan yang berbunyi: 'Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2007 pasal 56 ayat 1. Pengurus Komite Olahraga Nasional, Komite Olahraga Provinsi, Komite Olahraga Kabupaten/Kota bersifat Mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik'.
Masih di pasal 56, ditegaskan juga di ayat 4: 'pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/ Wakil Presiden, anggota kabinet, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, Hakim Agung, Anggota Komisi Yudisial, Kapolri, dan Panglima TNI'.
Masih berkaitan dengan larangan tersebut, dari berbagai sumber dapat ditemukan juga bahwa selama ini sudah ada surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 800/2398/SJ tanggal 26 Juni 2011 tentang Rangkap Jabatan, yang menyatakan bahwa: melarang kepala daerah, pejabat publik, termasuk wakil rakyat, maupun PNS rangkap jabatan pada organisasi olahraga seperti KONI dan pengurus induk olahraga.
Selain itu, ada juga surat edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor B-903/01-15/04/2011 tanggal 4 April 2011 tentang Hasil Kajian KPK yang menemukan adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Sampai saat ini, sepemahaman saya, peraturan pemerintah maupun surat edaran Mendagri atau surat edaran KPK tidak ada yang dicabut. Artinya, peraturan ini harus dihormati dan dipatuhi semua kepala daerah.
Jika kepala daerah tidak mematuhi aturan ini, maka kepala daerah tersebut kembali melakukan pelanggaran lainnya yakni atas ketaatan dan kepatuhan terhadap asas penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang saat ini sudah diubah menjadi UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, kita berharap agar Gubernur Lampung mengkaji ulang keinginan berbagai pihak yang mendukungnya sebagai ketua KONI Lampung.
Kita bisa flashback pada saat Sjachroedin ZP menjabat Gubernur Lampung. Pada tahun 2011 beliau juga terpilih sebagai ketua KONI Lampung. Akan tetapi karena adanya larangan tersebut, secara ksatria beliau mengundurkan diri.
Namun pada saat Rido Ficardo sebagai Gubernur Lampung berikutnya dan juga terpilih sebagai ketua KONI, sudah banyak pihak yang memberikan masukan dan mengkritisi, akan tetapi beliau tidak mau mundur. Ini bukan berkaitan lemahnya sanksi, akan tetapi menunjukkan tidak taatnya kepada aturan yang ada.
Ini bukan menunjukkan like or dislike, tapi kita mendorong agar semua pihak, terlebih selaku pejabat, untuk menaati peraturan yang ada, karena pejabat adalah cerminan masyarakat untuk menaati peraturan yang ada.
Ada juga hal penting lainya yang kita khawatirkan. Selain menunjukkan tidak taatnya akan ketentuan dan aturan yang ada, kita antisipasi juga kalau ada pihak yang menggugat, karena ada di daerah lain di luar provinsi Lampung, kepala daerah yang menjabat ketua KONI digugat.
Kalau ini terjadi, alangkah terbebannya Gubernur kita, yang seharusnya bisa lebih fokus dalam menjalankan tugasnya membangun provinsi Lampung, namun jadi terkuras waktu dan pikirannya menghadapi persoalan KONI.
Untuk diketahui, pada tahun 2008, Mahkamah Konsitusi ( MK) pernah melakukan penolakan permohonan atas pengujian UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang dilakukan Saleh Ismail Mukadar selaku ketua KONI Kota Surabaya yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Komisi E DPRD Kota Surabaya.
Atas hal tersebut, mari kita dukung kemajuan dan kejayaan dunia olahraga Provinsi Lampung dengan memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang berkompeten dan mencintai dunia olahraga, dengan semangat kejayaan olahraga di Sai Bumi Rua Jurai.
Jika berkaitan adanya anggapan yang berseliweran, kalau Gubernur yang jadi Ketua KONI maka perhatian dan penganggaran dana olahraga akan maksimal, untuk hal ini sangat tidak tepat, karena kita harus yakin bahwa Gubernur Lampung adalah orang yang respek untuk kemajuan dunia olahraga dan pembangunan lainnya di Provinsi Lampung.
Gubernur itu orang yang memiliki semangat membangun Provinsi Lampung untuk lebih baik lagi di semua aspek, baik infrastruktur, kesehatan, olahraga dan bidang–bidang lainnya. Jadi kita dukung program beliau untuk membangun provinsi ini. Untuk jabatan ketua KONI, kita percayakan saja kepada orang yang berkompeten di bidang olahraga.
*Penulis adalah Praktisi Hukum, Mantan Wartawan Media Harian di Lampung