![]() |
Anggota DPRD Lampung Mardiana (Foto: Istimewa) |
BANDAR LAMPUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menilai ada perbedaan antara keterangan dua saksi kasus suap suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Universitas Lampung (Unila) 2022.
Hal itu terungkap saat sidang lanjutan di PN Tanjung Karang, Bandar Lampung, Selasa (28/2/2023).
Untuk itu, JPU KPK Agung Agung Satrio Wibowo, meminta izin kepada Majelis Hakim memanggil kembali Anggota DPRD Lampung Mardiana sebagai saksi, untuk dihadapkan dengan saksi lainnya, Budi Sutomo yang menjabat Kabiro Humas Unila.
"Sebab, terdapat perbedaan antara keterangan Budi Sutomo dan saksi Mardiana. Kami memohon izin agar mereka dihadapkan berdua sebagai saksi," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan lima saksi yakni Honorer Pol PP Kota Bandar Lampung Yayan Saputra, Mantan Wali Kota Bandar Lampung Herman HN, Dosen Universitas Syah Kuala Nizamudin, Anggota DPRD Lampung Mardiana dan Dosen ITS Radityo.
Sidang pemeriksaan saksi-saksi dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Hakim Ketua Lingga Setiawan, dan Hakim Anggota yang terdiri dari Efiyanto, Ahmad Rifai, Edi Purbanus dan Aria Veronica.
Prof Karomani bersama dua lainnya yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila nonaktif Prof Heryandi dan Ketua Senat Unila nonaktif Muhammad Basri, menjadi terdakwa atas perkara dugaan penerimaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila Tahun 2022.
Dalam sidang tersebut, Mardiana, mengaku ditawari untuk menyumbang pembangunan Gedung Lampung Nahdliyin Center (LNC) oleh mantan Rektor Unila Karomani.
"Ya, saya pernah bertemu Karomani, sebenarnya ingin memberitahu bahwa saya memberikan sumbangan pembangunan Institusi (SPI) sebesar Rp350 juta," kata Mardiana, dilansir beritaja.com.
Namun, lanjut dia, setelah bertemu dengan Karomani, dirinya diajak melihat gedung LNC sampai lantai tiga, dan diminta untuk menyumbang pembangunan gedung tersebut.
"Setelah diajak ke gedung LNC, Karomani bilang kalau bersedia menyumbang ini masih kosong, bisa beli sendiri, sumbanglah ini. Padahal saya ingin meminta keringanan pembayaran SPI untuk dibayar dua kali," kata Mardiana.
Dia mengaku bisa bertemu Karomani dibantu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Tamanuri, sebab saat itu sulit ingin bertemu dengan yang bersangkutan.
"Karena belum juga ada jawaban untuk bisa bertemu Karomani, akhirnya saya menghubungi Pak Tamanuri supaya bisa bertemu Rektor," kata Mardiana.
Dia membantah terkait adanya pemberian uang sebesar Rp100 juta kepada Budi Sutomo secara langsung.
"Tidak ada pemberian uang ke Budi Sutomo, pembayaran SPI langsung ke bank," kata dia.
Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan empat tersangka yang terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Prof Dr Karomani (Rektor Unila nonaktif), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri.
Sementara itu, untuk tersangka pemberi suap adalah pihak swasta yakni Andi Desfiandi yang telah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim. (*)